Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

PANGGUNG-PANGGUNG KESEDIHAN

Gambar
http://www.readzonekami.com/2016/10/cerpen-lusi-anda-sudjana-panggung.html (ReadZone, 22 Oktober 2016) (1) Symphoni Tchaikovsky mengalun lembut, mengiringi kawanan angsa yang menari di atas danau. Pangeran Siegfried mengangkat tubuhku tinggi, waktu seolah terhenti. Danau berkilau tertimpa cahaya purnama. Dark Wood tidaklah sesuram namanya.   Ketika Pangeran Siegfried melepas tangannya dari pinggangku, udara kembali hangat. Siegfried, akankah kau bebaskan aku dari sihir Rothbart? Lalu membunuhnya dan kita akan bahagia selamanya? "Aku mencintaimu, Odette. Sekalipun aku hanya bisa menemuimu dalam gelap, aku tetap mencintaimu." Bisikanmu laksana alunan orkestra yang mengiringi tarian kita. "Tidak Siegfried! Aku tidak ingin bertemu dalam gelap. Aku ingin mencintaimu pada saat matahari, bulan, dan bintang bersinar. Aku ingin selalu bersamamu merajut waktu. Menikmati sepotong croissant dan secangkir teh bersama. Aku tidak ingin terkurung di danau ini!"

BISIKAN ANGIN RINDU

Gambar
(Tanjungpinang Pos, 14 Februari 2016) "Kata orang, jika ingin perjodohan kita kekal, maka kita harus berendam di Sungai Jodoh. Konon, di situlah tempat bertemunya seorang gadis dan ular besar jelmaan pemuda tampan yang kelak menjadi suaminya." Aku menggenggam erat jemari pria di sisiku. Memandangi Sungai Jodoh yang kehitaman di bawah sana. Purnama penuh terpantul indah dialirannya yang tenang. "Itu hanya mitos. Tanpa berendam pun aku akan mengekalkan hubungan kita." Dia mencium jemariku. Membawa ke dadanya. Esok pagi lelaki oriental itu telah menghilang dari sisiku. Berlayar lagi mengarungi laut dan samudera. Entah kapan dia akan kembali. Tapi janji yang terucap dari mulutnya sangat mudah kupercayai. Inikah cinta? Mak Itam pemilik pondok hanya mencibir padaku dan mengataiku 'Perempuan Bodoh!' "Kau, ni macam tak tau je lelaki yang kerap menindih badan kau, tu. Tak ade pun yang sudi jadikan kau istri! Jika ada pun bayarannya mahal!

PADA SEBUAH LANDASAN

Gambar
Batam Pos, 1 3 November 2016 Kamu datang. Aku datang. Kita bertemu pada sebuah meja di ujung bandara. Tepat di depan retail terkenal, yang berdiri di sepanjang jalan bagai jamur di musim hujan. Kamu memesan kopi pekat tanpa gula. Aku memesan kopi susu tanpa gula. Kita menyesap gelas bersamaan, terpejam, lalu saling menatap. “Jam berapa kamu terbang?” Kamu melirik arloji adventure bertali kulit. Arloji yang kuberikan padamu sebagai penanda, supaya waktu kekal bagi kita berdua. Seharusnya. “Cukup waktu bagi kita untuk berbagi cerita.” “Berapa? Sepuluh menit? Lima belas menit? Jangan katakan satu jam. Kamu tak pernah punya waktu selama itu untukku,” sungutku. “Kamu sendiri? Berapa waktu yang kamu punya untukku? Satu minggu aku di Harmoni One dan tak semenit pun kamu mengunjungiku.” Kamu merajuk. “Kamu tahu kondisi kita….” “Aku tahu. Sangat tahu. Berapa pun waktu yang kita punya, akan selalu cukup untuk melepas rindu.” Kamu mengelus punggung tanganku, meman